PENDAHULUAN
Bismillahirrahmaanirrahiim,
Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan
segala rahmat dan kenikmatan bagi seluruh makhluknya yang ada di langit dan di
bumi. Kami juga memohon perlindungan kepada-Nya dari segala keburukan-keburukan
yang menyesatkan dan menjerumuskan pada kemurkaan dan siksaan-Nya. Sesungguhnya
sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah dan sebaik-baik bimbingan adalah
Sunnah Rasulullah SAW. Dan ketahuilah bahwa seburuk-buruk perkara adalah yang
diada-adakan, dan setiap yang diada-adakan adalah bid’ah, sedangkan setiap
bid’ah adalah menyesatkan, dan setiap yang menyesatkan adalah tempatnya di
neraka. Amma ba’du.
Alhamdulillahirabbil’alamiin,
kami bersyukur kepada Allah yang dengan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan
tugas makallah yang diberikan oleh dosen pengampu kami, Bapak Solahudin Sirizar
,Lc. Tugas makallah yang akan kami ulas ini barkaitan dengan
pengamalan-pengamalan puasa, baik berupa rukun-rukun, sunnah-sunnah pada saat
berpuasa, dan hal-hal yang dimakruhkan serta yang membatalkan puasa. Sehingga
dengan makalah ini pengetahuan kami dapat bertambah dari yang sebelumnya kurang
tahu menjadi lebih tahu.
Kami berharap tugas kami ini selain sebagai tugas
untuk presentasi juga dapat bermanfaat bagi pembaca sebagai bahan acuan dalam
pengamalan puasa. Namun seperti kata pepatah bahwa tak ada di dunia ini yang
sempurna, karena kesempurnaan hanya milik Allah. Begitu juga dengan makallah
ini yang kami akui masih jauh dari kesempurnaan, dari itu kami senantiasa
membuka hati untuk menerima kritik dari pembaca sekalian.
Akhirul Kalam, kami ucapkan terima kasih kepada
pembaca sekalian atas perhatiannya untuk menyempatkan membaca makallah ini.
Semoga Allah selalu memberikan manfaat bagi ilmu yang kita dapat dari makallah
ini. Aamiin......
Surakarta, 19 Maret 2013
Penulis
Ø RUKUN – RUKUN PUASA :
1) Bersih daripada haid dan nifas bagi perempuan.
Kedua-dua ini adalah syarat sah bagi puasa. Jika seseorang itu berada dalam
keadaan haid atau nifas, maka dia tidak dibenarkan untuk berpuasa, jika
berpuasa juga, hukumnya adalah haram. walaupun tidak berpuasa, dia tetap wajib
gantikannya pada hari-hari selepas Ramadan.
2) Niat puasa. Niat adalah membedakan antara nilai sesuatu ibadah atau adat.
Ibadah adalah satu perkara yang besar, jadi untuk melakukannya seseorang itu
perlu berniat terlebih dahulu di dalam diri dengan penuh ikhlas hanya
semata-mata kerana Allah SWT. Ia juga bermaksud melakukan amalan tersebut dalam
keadaan sadar dan
fokus, bukannya main-main. Didikan agama kepada umat agar sentiasa fokus dalam
setiap ketika dan keadaan.
Niat adalah syarat sah sesuatu ibadah, tanpanya
ibadah tidak akan sah walaupun kita lakukannya dengan susah payah, kerana
perkara ini adalah syariat seperti firman Allah SWT yang bermaksud: “Padahal
mereka tidak diperintahkan melainkan supaya menyembah Allah dengan
mengikhlaskan ibadah kepada-Nya, lagi tetap teguh di atas tauhid.” (al-Bainah
ayat 5)
Demikian juga di dalam hadis Nabi SAW:
“Sesungguhnya setiap amalan itu dimulai dengan niat.” (Riwayat Bukhari dan
Muslim)
3) Meninggalkan
segala yang membatalkan, Secara umumnya, puasa
ialah menahan diri daripada perkara-perkara yang membatalkan puasa iaitu jarak
masa daripada terbit fajar sehingga tenggelam matahari. Ini jelas berdasarkan
firman Allah SWT yang bermaksud: “Dan makanlah serta minumlah sehingga nyata
kepada kamu benang putih (cahaya siang) dari benang hitam (kegelapan malam),
iaitu waktu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sehingga waktu malam
(waktu maghrib).” (al-Baqarah ayat 187)
Ayat ini sangat
jelas menunjukkan bahawa orang Islam wajib menahan diri daripada
perkara-perkara yang membatalkan puasa, bermula daripada terbit fajar (waktu
subuh) sehingga terbenam mata hari (waktu maghrib). Namun, pada waktu malamnya, umat
Islam boleh melakukan perkara-perkara tegahan tersebut seperti makan, minum,
jima’ (suami isteri) dan sebagainya.
Ø SUNNAH – SUNNAH PUASA
1.
Sahur, walaupun hanya seteguk air. Hendaknya
dilakukan pada akhir malam agar menjadi kekuatan bagi yang berpuasa.
Sebagaimana disebut dalam sebuah hadis “Bersahurlah, sesungguhnya sahur itu
penuh keberkahan”(Hr. Bukhari Muslim ) Dalam hadis lain juga disebutkan
“Sahur itu penuh keberkahan, maka jangan kalian tinggalkan sekalipun dengan
seteguk air, karena sesungguhnya Allah dan para malaikat nya mengirim salawat atas orang-orang
yang bersahur” (Hr. Ahmad).
- Segera berbuka, orang yang berpuasa dianjurkan segera berbuka
sebagaimana yang telah dianjurkan Rosul saw. Baik melalui Qoul (perkataan)
maupun fi’il (perbuatan). Sebagaimana hadits Nabi : “ Agama islam
senantiasa jaya selama umat islam menyegerakan berbuka. Sebab orang-orang
yahudi dan nashrani (biasa) mengakhirinya. (Hr. Abu Dawud, Ibnu Majah,
Ibnu Huzaimah dan Hakim)
- Berdo’a saat buka.
- Qiyamur Ramadhan, disamping
allah memfardhukan puasa ramadhan, rosul juga menyunnahkan qiyamur
ramadhan ( shalat tarawih ) sebagaimana hadits dari abu hurairah : barang
siapa yang mengerjakan Qiyamur Ramadhan dengan iman dan hendak mendapatkan
pahala, niscaya diampunkan baginya dosa-dosanya yang telah lalu. (Hr.
Mutafaqun ‘alaih )
- Menyediakan berbuka
bagi orang yang berpuasa.
- Bersuci dari junub, haid, dan nifas
sebelum subuh.
- Menjaga lisan dan semua anggota badan dari
perbuatan tidak terpuji. Sebagaimana dalam hadis “Jika seseorang
berpuasa, maka hendaklah dia tidak melakukan perbuatan tercela dan jika
diganggu maka hendakalh ia berkata ‘Aku sedang berpuasa’”.
- Meninggalkan syahwat yang tidak
membatalkan puasa, seperti menikmati hal-hal yang menggoda
telinga, penglihatan dan penciuman, karena hal itu tidak sesuai dengan
hikmah puasa.
- Tidak berbekam baik untuk dirinya ataupun
orang lain dan hendaknya tidak mencicipi masakan dan menghindari
berciuman.
- Berbuat baik terhadap keluarga dan kerabat
serta memperbanyak shadaqah bagi fakir miskin.
- Menyibukkan diri dengan belajar dan
membaca al-Qur’an serta memperbanyak berdzikir dan shalawat atas Nabi saw
serta perbuatan baik lainnya. Seperti yang diungkapkan Ibnu Abbas
ra : adalah Rosullullah saw. Orang yang paling semangat mengamalkan
kebajikan, lebih-lebih dalam bulan Ramadhan. Tiap- tiap malam dibulan suci
ini Rosul selalu bertadarus Al-Quran dengan malaikat Jibril. Ia menjadi
orang yang paling bersegera melakukan kebajikan. Bahkan kecepatannya melebii
kecepatan hembusan angin. (Hr. Bukhari)
- I’tikaf terutama pada
10 hari terakhir, dengan harapan agar
ibadah yang ia lakukan bertepatan dengan Lailatul Qadar. Dari Aisyah ra
berkata : adalah Rosulullah saw apabila masuk tanggal 10, beliau
mengencangkan pakaian bawahnya, menhidupkan malamnya dan membangunkan
keluarganya. (Hr. Bukhari Muslim)
( Fiqih Puasa : Yusuf
Qardhawi )
Ø PERKARA MAKRUH KETIKA BERPUASA
Hal/ Perbuatan
Yang Membuat Makruh Puasa Menurut Madzhab Malikiyah
- Memasukkan apa saja
yg segar
yg berasa ke dlm mulut, walaupun lantas dimuntahkan kembali.
- Berkunjung
ke orang perempuan & memandanginya, melamun & memikirkan sesuatu
yg membangkitkan syahwat (karena andai saja sampai menimbulkan ejakulasi,
maka batallah puasanya). Kamakruhan ini jika memang ia merasa tdk akan
mengalami ejakulasi. Jika ia menduga sebelumnya, hanya dengan memandang
perempuan & melamun sesuatu yg menimbulkan syahwat, ia akan ejakulasi,
maka haram hukumnya melakukan semua itu.
- Mencicipi
sesuatu yg berasa, seperti madu, kopi, masakan dll.
- Mengunyah
sejenis permen. (Jika sampai masuk ke tenggorokan, batallah puasanya,
& wajib mengqadha'nya)
- Memakai
& menghirup wewangian pada waktu siang hari.
- Berkumur
& menyerap air ke hidung dgn agak keras.
- Mengobati
gigi yg berlobang pada siang hari. Kecuali jika ada kekhawatiran akan
merasakan sakit luar biasa, jika pengobatan ditunda. Namun, jika sampai ia
menelan obat di siang itu, maka wajib baginya mengqadha'.
- Memperbanyak
tidur di siang hari.
- Berbicara
& bekerja yg berlebihan.
- Berbekam.
Hal/ Perbuatan Yang Membuat Makruh
Puasa Menurut Madzhab Syafi'iyah
- Berbekam.
- Mengunyah
sejenis permen.
- Masuk
kamar mandi.
- Berciuman.
(Namun diharamkan jika ciumannya mengakibatkan ejakulasi).
- Mencicipi
makanan.
- Menikmati
sesuatu yg didengar, dilihat, diraba, dicium, & semacamnya, karena itu
semua bertentangan dengan hikmah puasa.
- Menggosok
gigi selepas Dhuhur sampai Maghrib.
- Berkumur
& menyerap air ke hidung dgn agak keras.
Hal/ Perbuatan Yang Membuat Makruh
Puasa Menurut Madzhab Hanbaliyah
- Mengumpulkan
ludah di mulut lalu menelannya.
- Berkumur
& menyerap air ke hidung dengan agak keras.
- Mencicipi
makanan tanpa ada keperluaan.
- Mengunyah
sejenis permen yg tdk ada rasanya. Karena hal ini bisa mempercepat
keluarnya ludah. & jika permen itu ada rasanya, maka haram hukumnya.
& jika rasa itu mencapai tenggorokan, batallah puasanya.
- Mencium
bebauan sehingga terserap unsur-unsurnya ke dlm tenggorokan.
- Berciuman
yg menimbulkan syahwat. (Namun jika dengan berciuman itu ada dugaan
menimbulkan ejakulasi, maka haram hukumnya.)
- Tdk
membersihkan sisa-sisa makanan di mulut.
Hal/ Perbuatan Yang Membuat Makruh
Puasa Menurut Madzhab Hanafiyah
- Mencicipi
& mengunyah sesuatu misalnya sejenis permen.
- Ciuman,
bersentuhan, bercumbu & sejenisnya yg bisa mengakibatkan ejakulasi.
- Sengaja
mengumpulkan ludah dlm mulut lalu menelannya.
- Mengerjakan
sesuatu yg sekiranya akan membuat dia menjadi lemas misalnya berbekam.
Dan tdk dimakruhkan, menurut madzhab
Hanafiyah adalah:
- Menggosok
gigi di sore hari, walaupun dgn sikat yg basah air.
- Berkumur
& menyerap air ke hidung di luar wudhu'.
- Mandi
di siang hari.
- Bercumbu
yg tdk mengkhawatirkan ejakulasi.
- Meminyaki
kumis.
- Berbekam,
sekiranya tdk membuat lemas badan.
Ø YANG MEMBATALKAN PUASA
A . Menurut Madzhab Syafi`i:
Umum
Sedikit catatan mengenai batalnya puasa seseorang menurut Syafi`iyah, yaitu:
Pertama: Orang yang lupa, (di-)terpaksa, atau tidak tahu bahwa hal-hal tersebut bisa membatalkan puasa, maka puasanya tidak batal -meski yang dimakan itu banyak atau sedikit. Jadi kriteria batal menurut Syafi`iyah adalah adanya unsur kesengajaan dalam melakukan hal-hal yang membatalkan puasa tersebut.
Sedikit catatan mengenai batalnya puasa seseorang menurut Syafi`iyah, yaitu:
Pertama: Orang yang lupa, (di-)terpaksa, atau tidak tahu bahwa hal-hal tersebut bisa membatalkan puasa, maka puasanya tidak batal -meski yang dimakan itu banyak atau sedikit. Jadi kriteria batal menurut Syafi`iyah adalah adanya unsur kesengajaan dalam melakukan hal-hal yang membatalkan puasa tersebut.
Kedua: Orang yang batal puasa tanpa udzur (halangan) harus tetap
meneruskan puasanya hingga waktu buka.
Perihal Batalnya Puasa Dan
Hanya Wajib Qadla :
Ada beberapa hal yang membatalkan puasa dengan
konsekuensi qadla` saja tanpa berkewajiban membayar kafarah, yaitu:
- Masuknya satu benda atau dzat ke dalam perut dari lobang terbuka
seperti mulut, hidung, lobang penis, anus dan bekas infus, baik
sesedikit/sekecil apapun, seperti semut merah; ataupun benda tersebut yang
tidak biasa dimakan seperti debu atau kerikil.
Masuk dalam kategori ini juga : - Sengaja
mencium bau renyah daging goreng;
- Menghirup
obat pelega pernafaan (semacam vicks atau mint) ketika seseorang merasa
sesak nafas.
- Menelan
kembali ludah yang sudah berceceran dari pusat kelenjar penghasil ludah.
Seperti menelan kembali ludah yang sudah keluar dari mulutnya (dihukumi
sebagai benda luar); atau seseorang membasahi benang dengan ludahnya
kemudian mengembalikan benang yang basah (oleh ludahnya tersebut) ke
dalam mulutnya dan hasil ludah tersebut ditelannya lagi; atau menelan
ludah yang sudah bercampur dengan benda lain -lebih-lebih benda yang
terkena najis.
- Mempermainkan
ludah di antara gigi-gigi, sementara ia bisa memuntahkannya.
- Menelan
sisa-sisa makanan yang menempel di antara gigi-gigi meski sedikit,
sementara ia sebenarnya bisa memisahkannya tanpa harus menelannya.
- Menelan dahak yang sudah sampai
ke batas luar mulut. Namun jika kesulitan memuntahkannya maka tidak
apa-apa;
- Masuknya air madlmadlah (air
kumur) atau air istinsyaq (air untuk membersihkan hidung) ketika wudlu
hingga melwati tenggorokan atau kerongkongan karena berlebih-lebihan dalam
melakukannya.
- Muntah dengan sengaja walaupun
ia yakin bahwa muntahan tersebut tidak ada yang kembali ke perut.
- Ejakulasi ekster-coitus
(Istimna) seperti onani --baik dengan tangan sendiri maupun bantuan
isterinya--, atau mani tersebut keluar disebabkan sentuhan, ciuman, maupun
melakukan petting (bercumbu tanpa senggama) tanpa penghalang (bersentuhan
kulit dengan kulit). Hal-hal tersebut membatalkan puasa karena interaksi
secara langsung menyentuh kelamin hingga menyebabkan ejakulasi.
- Adapun jika seorang keluar mani karena imajinasi sensual, melihat
sesuatu dengan syahwat, melakukan petting tanpa sentuhan kulit dengan
kulit (masih dihalangi kain), maka tidak apa-apa, karena interaksi
tersebut tidak secara langsung menyentuh kelamin hingga menyebabkan
ejakulasi. Dan
hukumnya disamakan dengan mimpi basah. Namun jika hal itu dilakukan
berulang-ulang maka puasanya batal, meskipun tidak ejakulasi.
- Jelas-jelas keliru makan pada
siang hari, karena sudah terbitnya fajar atau belum terbenamnya matahari.
- Jika ia berbuka puasa dengan sebuah ijtihad yaitu membaca keberadaan
awan kemerah-merahan (sabagai tanda waktu buka) atau yang lain, seperti
cara menentukan waktu sholat (secara astronomis), maka dibolehkan atau sah
puasanya.
Namun,
untuk kehati-hatian, hindari makan di penghujung hari (berbuka) kecuali dengan
keyakinan sudah saatnya berbuka. Juga dibolehkan makan di penghujung malam
(waktu sahur) jika ia menyangka masih ada waktu meski sebenarnya waktu fajar
sudah tiba dan dimulutnya masih ada makanan maka sah puasanya. Sebab dasar
hukum itu berangkat dari keyakinan awal yaitu belum terbit fajar. Akan tetapi
jika sudah jelas-jelas ia mengetahui terbitnya fajar (imsak) sementara di
mulutnya masih ada makanan kemudian ia langsung memuntahkan makanan tersebut
maka tidak apa-apa, namun jika masih asyik memakannya maka puasanya batal.
- Datang bulan (haid), nifas,
gila, dan murtad. Sebab kembali pada syarat-syarat sahnya puasa yaitu
sehat akal (Akil), masuk ke jenjang dewasa (baligh), muslim, dan suci dari
haid dan nifas. Dengan demikian batalnya puasa tersebut karena tidak
memenuhi persyaratan tersebut diatas.
B . Menurut
Madzhab Hanbali, antara lain:
- Masuknya satu benda (materi) ke
dalam perut atau pembuluh nadi dari lobang/rongga badan dengan unsur
kesengajaan dan sebagai alternatif, sementara ia masih ingat betul bahwa
dirinya sedang puasa -meski ia tidak tahu hal tersebut membatalkan-. Baik
benda tersebut bisa dimakan seperti makanan dan minuman, atau tidak,
seperti kerikil, dahak, tembakau kinang, obat, pelumas yang sampai ke
tenggorokan atau otak, selang yang dimasuk lewat anus, atau merokok.
CATATAN:
Seperti Syafi`I, Imam Hanbali mensyaratkan adanya unsur kesengajaan dalam hal
batalnya puasa. Jika seseorang lupa, keliru, atau ter/di paksa melakukan
hal-hal yang membatalkan puasa maka tidak apa-apa.
- memakai celak mata hingga dzat
celak tersebut sampai tenggorokan. Jika tidak sampai ke sana, maka tidak
apa-apa;. Rasulullah bersabda, "Berhatilah-hatilah orang yang puasa
dengannya (celak)".
- Muntah dengan sengaja --baik
muntahan itu berupa makanan, ataupun muntahan yang sudah pahit, lendir,
darah dan lain-lain-- meski sedikit sekalipun. Rasulullah bersabda,
"Barang siapa terpaksa harus muntah maka ia tidak perlu mengulang
puasanya, dan barang siapa muntah dengan sengaja maka ia wajib
qadla`".
- Berbekam. Baik subyek maupun
obyek disini dianggap batal puasanya jika benar-benar terlihat darah.
Rasul bersabda, "membatalkan (puasa) pelaku dan obyek bekam".
Namun jika tidak sampai kelihatan maka tidak apa-apa.
- Berciuman, onani, bersentuhan,
bersetubuh tanpa penetrasi (persenggamaan) -baik yang keluar mani atau
madzi-. Begitujuga Keseringan menonton obyek sensual hingga keluar mani
bukan madzi;
- Murtad secara mutlak, karena
firman Allah swt.: "Jika kamu benar-benar musyrik, maka amal kamu
akan benar-benar terhapus".
- Meninggal dalam keadaan puasa
wajib maka ahli waris harus mengqadla puasa untuk hari kematiaannya. Namun
jika pada hari kematiaanya, ia dalam keadaan menjalankan puasa nazar atau
kafarah, maka ahli waris hanya memberi makan orang miskin (tidak perlu
mengqadla).
- Jelas-jelas salah makan di
siang hari.
Jika ada keraguan bahwa matahari sudah terbenam kemudian ia berbuka (seperti halnya ia berbuka namun ia masih menyangka matahari belum terbenam dan memang kenyataan matahari belum terbenam) maka batal puasa dan harus mengqadla.
Termasuk batal dan wajib qadla juga, jika seseorang makan karena
lupa, kemudian ia menyangka dirinya sudah batal sehingga ia meneruskan makan
dengan sengaja.
Terjemah dari “THE ISLAMIC JURISPRUDENCE AND ITS EVIDENCES” (Prof. Dr. Wahbah Al-Zuhaily)
C. Perkara-perkara yang diperselisihkan
membatalkan puasa.
Sebagian
fuqaha mengatakan bahwa puaa itu batal karena :
1. Mimpi bersetubuh dengan perempuan.
2. Berbekam
3. Mengeluarkan mani’ dengan tangan
4. Berpeluk-peluk dengan istri, baik mengeluarkan mani’ atau mazi saja dan
mencium perempuan dengan sampai keluar mani
5. Keluar darah darigigi atau kerongkongan
6. Minitikan obat kedalam telinga, atau kemaluan dan menghirup obat ke hidung
7. Injeksi, atau kemasukan lalat kedalam kerongkongan
8. Kemasukan air karena madhmadhah atau istinsyak
Sebagian Ahlu Tahqiq menegaskan, bahwa tidak
batal puasa karena sebab-sebab yang tersebut di atas.
Kata ibnu Hazm : “ Tidak batal puasa karena berbekam,
bermimpi,mengeluarkan mani’ dengan tangan, berpeluk dengan istri, baik keluar
mani’ atau tidak, baik mengeluarkan mazi atau tidak, muntah yang tidak
tertahan, darah yang keluar dari gigi atau perut, selama tidak sengaja
menelannya, menghirup obat ke hidung, menitikan obat ke telinga, atau ke dalam
kemaluan., bercelak atau menghirup air ke hidung walaupun sampai ke
kerongkongan. Juga tidak batal puasa, karena berkumur-kumur yang tidak
disengaja memasukan air kedalam kerongkongan, kemasukan tepung, watha’ dan
makan karena menyangka masih jauh malam, atau karena menyangka telah terbenanm
matahari, dan karena menguyah makanan, atau merasanya selama tidak disengaja
menelannya “ .
“ Pedoman puasa “ Prof. Dr.Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy
WALLAHU A’LAM..‼!
No comments:
Post a Comment