Transformasi Akhlak dalam
Dimensi Ibadah Qurban
Oleh:
Zaenal Arifin (Angkatan 2012)
Idul Adha merupakan
peristiwa bersejarah dalam kehidupan umat Islam, dimana Idul Adha bermula dari
peristiwa ketaatan Nabi Ibrahim dalam melaksanakan perintah Allah. Beliau
seorang rasul karena ketaatannya sehingga ketika Allah memerintahkan untuk
memisahkan dengan anak dan istrinya pada suatu lembah yang teramat tandus sampai
beliau diperintahkan untuk menyembelih putra yang selalu dinanti-nantikan, maka
beliau pun dengan segera menjalankan perintah Allah tersebut.[1]
Pada
saat beliau meninggalkan anaknya di lembah yang sangat tandus di tengah padang
pasir, Ibrahim mendoakan kepada anak dan turunannya yang telah ditinggal
dilembah itu, agar menjadi generasi yang selalu menyembah Allah, dengan
menjadikan lingkungan sekitarnya yang makmur, rizki yang melimpah dan banyak
orang yang cenderung kepadanya. Orang-orang mencintainya dan berlomba dalam
melakukan ketaatan untuk menegakkan syari'at Allah.
Kemudian
pada saat nabi Ibrahim as berterus terang kepada putranya seperti dalam
kalamullah berikut ini, “Wahai anakku!
Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah
apa pendapatmu?…”[2].
Lalu
Ismail as. menjawab , ‘Hai bapakku!
Kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insya Allah! Kamu mendapatiku
termasuk orang-orang yang sabar”.[3]
Dia (Ismail)
memberitahukan kepada ayahnya bahwa dia telah menetapkan dirinya di atas
kesabaran dan menyadari hal tersebut karena kehendak Allah SWT. Sebab tidaklah
terjadi sesuatu tanpa kehendak-Nya. Tatkala ada satu unsur dari hati Ibrahim
yang melekat pada diri Isma’il (yaitu unsur kecintaan), Allah Subhanahu wa
Ta’ala hendak memurnikan kecintaan Ibrahim kepada-Nya dan menguji khalil-Nya.
Maka Dia memerintahkan untuk menyembelih orang yang kecintaannya telah mengusik
kecintaan kepada Rabbnya. Tatkala Ibrahim lebih mengutamakan kecintaan Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan lebih mendahulukannya di atas hawa nafsunya, serta
bertekad untuk menyembelihnya,maka jelaslah kecintaan Ibrahim lebih besar
terhadap tuhannya dari apa yang ia cintai yaitu anaknya sendiri.
Oleh karenanya Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman: ‘Sesungguhnya benar-benar ini merupakan ujian
yang nyata, dan Kami menebusnya dengan sembelihan yang agung,’ yaitu
diganti dengan sembelihan berupa kambing yang agung, yang disembelih Ibrahim.
Keagungan kambing tersebut dari sisi bahwa itu adalah tebusan dari Isma’il as.
di mana itu termasuk di antara ibadah yang agung. Dan dari sisi bahwa hal itu
menjadi ibadah qurban dan sunnah hingga hari kiamat.
Jika umat islam berkaca
dan mengambil pelajaran dari kisah ketaatan dan kesabaran (Nabi Ibrahim dan
Ismail) yang berani mengorbankan orang yang dicintai, dan juga berani berkorban
sebagai bentuk keta’atannya kepada Tuhannya pastinya sangat naïf sekali jika
masih ada orang yang menyelewengkan jabatan hanya demi harta yang bersifat
sementara. Dia tidak berani berkorban dalam memegang amanah yang diberikan oleh
rakyat. Karena terlalu mencintai gemerlapnya kehidupan dunia,misalnya,keturunan,harta,jabatan,wanita,kendaraan
yang mewah,rumah yang indah,dan tanah yang luas,semua itu menjadikan mereka
dibutakan matanya dan bisa saja mengahalalkan berbagai cara untuk mendapatkan
itu semua.
Fenomena yang kita
lihat dewasa ini banyak sekali kasus-kasus yang menggaet nama politisi di
Indonesia, bahkan yang notabene ia adalah politisi islam,dan juga menduduki
jabatan tinggi di negeri ini, kasus suap-menyuap,penggelapan dana,transaksi
narkoba,mengantongi uang yang bukan haknya sekarang sudah menjadi sajian utama
dalam berbagai pemberitaan di media cetak maupun elektronik. Padahal jika kita
merenungi hikmah dibalik dilaksanakannya ibadah qurban yang menganalogikan
bahwa manusia harus “menyembelih” hawa nafsu yang ada pada dirinya, dan sebagai
sarana untuk melaksanakan taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, diawali
dengan usaha untuk mengalahkan dorongan hawa nafsu yang membutakan mata.
Didalam mengarungi
kehidupan, terkadang timbul pandangan bahwa banyak hal yang belum dilaksanakan
dan banyak pula harapan yang belum terlaksana, kini sudah sampai lagi pada
bulan Dzulhijjah, bulan dimana setiap muslim diperintahkan melaksanakan
pemotongan hewan qurban. Dengan demikian hendaknya dapat menahan hawa nafsu,
dengan menunda kebutuhan-kebutuhan yang tidak terlalu mendesak untuk diarahkan
pada pelaksanaan qurban. Sesungguhnya qurban yang diwujudkan dengan pemotongan
hewan qurban adalah sebagai lambang dari pemotongan nafsu hayawaniyah,
sebagaimana sifat serigala yang merupakan simbol kekejaman dan suka menindas, sifat
tikus sebagai lambang dari sifat keji dan kelicikannya, sifat anjing adalah
sebagai sifat dari tipu muslihatnya, sifat domba adalah sifat manusia yang suka
menghambakan pada manusia.
Jika kita renungi ujian
yang Allah berikan kepada Ibrahim ini benar-benar merupakan ujian yang nyata,
yang menjelaskan kepada kita ketulusan Ibrahim, dan kesempurnaan cintanya
kepada Rabbnya serta menjadi khalil-Nya. Karena tatkala Allah Subhanahu wa
Ta’ala memberikan karunia kepadanya yaitu dengan hadirnya Isma’il as kepada
Ibrahim as, dia pun sangat mencintainya. Padahal beliau ialah seorang
Khalilullah di mana khalil merupakan tingkatan kecintaan yang tertinggi, dan
itu harus murni dan tidak menerima adanya penyetaraan, serta menghendaki agar
seluruh unsur kecintaan tersebut benar-benar terpaut kepada yang dicintai yaitu
Allah swt.
Semoga dengan
terselenggaranya ibadah qurban ini kita bisa mengambil hikmah dan ibarahnya
yaitu ketaatan yang bertambah dengan melakukan apa yang diperintahkan dan
menjauhi apa yang dilarang oleh Allah swt. Menumbuhkan sifat sabar dalam
mengarungi derasnya alur kehidupan, berani berkorban,baik itu harta,
pikiran,tenaga,maupun hal yang dicintai demi mencapai ridlo Allah dan
kemaslahatan bagi umat, dan yang paling penting kita mampu untuk “menyembelih”
sifat-sifat buruk kehewanan pada diri kita dan “memotong” hawa nafsu kita,
karena dengan itu semua kita dapat lebih mendekatkan diri kita kepada Allah
swt. Amin…
No comments:
Post a Comment