Wednesday, June 4, 2014

perbedaan metode Ijtihad beberapa madzhab




Metode Ijtihad Imam Empat Madzhab, Madzhab Syi’ah dan Madzhab Dzahiri
1.MADZHAB HANAFI (80-150 H/ 699-767 M)
*      Metode ijtihad pokok Abu Hanifah
1.      Al-Qur’an
2.      Sunnah Rasulullah dan atsar yang shahih yang diriwayatkan orang tsiqah.
3.      Ijma sahabat. Apabila yang di carinya tidak di temui pada kedua sumber utama, Imam Hanafi berpegang kepada ijma' sahabat yaitu ketika ia mendapati semua sahabat mempunyai pendapat yang sama dalam suatu masalah. Apabila sahabat berbeda pendapat, ia memilih salah satu pendapat yang paling dekat menurutnya kepada Al-Qur'an dan sunnah dan meninggalkan pendapat yang lain.
4.      Qiyas. Apabila beliau tidak menemukan hukum di dalam Qur'an, Hadits, dan Ijma' sahabat, beliau melakukan ijtihad dengan menggunakan qiyas terlebih dahulu.
5.      Istihsan.Bila ada pertimbangan khusus, beliau meniggalkan qiyas dan melakukan istihsan.
6.      Qaul sahabat, apabila ada ikhtilaf, aku akan mengambil pendapat sahabat yang aku kehendaki dan aku tidak akan berpindah dari pendapat satu ke pendapat sahabat lain.
7.      Apabila didapatkan pendapat Ibrahim, Sya’bi dan Ibn Musayyab, serta yang lainnya, aku berijtihad sebagaimana mereka berijtihad.
8.      'Urf. Metode ijtihad yang terakhir yang di pergunakan oleh Imam Hanafi
Metode ijtihad Abu Hanifah yang bersifat tambahan.
Ø  Dilalah lafadz ‘am adalah qath’i, seperti lafadz khash
Ø  Pendapat sahabat yang tidak sejalan dengan pendapat umum adalah bersifat khusus
Ø  Banyaknya yang meriwayatkan tidak berarti lebih kuat (rajih)
Ø  Adanya penolakan terhadap mafhum (makna tersirat) syarat dan sifat
Ø  Apabila perbuatan rawi menyalahi riwayatnya, yang dijadikan dalil adalah perbuatannya bukan riwayatnya
Ø  Mendahulukan qiyas jali atas khabar ahad yang dipertentangkan
Ø  Menggunakan istihsan dan meninggalkan qiyas apabila diperlukan.
Contoh Pendapat Abu Hanifah:
Perempuan boleh menjadi hakim di pengadilan yang tugasnya khusus menangani perkara perdata, bukan perkata pidana.Alasannya, karena perempuan tidak dibolehkan menjadi saksi pidana, perempuan hanya dibenarkan menjadi sanski perkara perdata.Karena itu menurutnya perempuan hanya boleh jadi hakim yang menangani perkara perdata.Dengan demikian, metode ijtihad yang digunakannya adalah qiyas dengan menjadikan kesaksian sebagai ashl dan menjadikan hakim sebagai far’i.
Kitab rujukan Madzhab Hanafi
Masalah-masalah fiqh yang terdapat dalam Madzhab Hanafi dibedakan menjadi tiga, yaitu:
·         Al-Ushul, yaitu masalah-masalah yang termasuk zhahir riwayah, yaitu pendapat yang diriwayatkan dari Abu Hanifah dan sahabatnya, seperti Abu Yusuf, Muhammad. Adapun kitab yang termasuk zhahir riwayah ada enam buah, yaitu al-Mabsuth atau al-Ashl, al-Jami’ al-Kabir, al-Jami’ al-Shaghir, al-Siyar al-Kabir, al-Siyar al-Shaghir dan al-Ziyadat.
·         Al-Nawadir, yaitu pendapat-pendapat yang diriwayatkan dari Abu Hanifah dan sahabatnya yang tidak terdapat dalam zhahir riwayah.
·         Al-Fatawa, adalah pendapat-pendapat para pengikut Abu Hanifah (Hanafiyah), yang tidak diriwayatkan dari Abu Hanifah,
2.MADZHAB MALIKI
*      Metode ijtihad Imam Malik
Dalam proses Istinbath al-Ahkam Imam Malik menempuh cara sebagai berikut:
1)      Mengambil dari al-Qur’an
2)      Menggunakan “zhahir” al-Qur’an, yaitu lafadz umum.
3)      Menggunakan “dalil” al-Qur’an, yaitu mafhum muwafaqah
4)      Menggunakan “mafhum” al-Qur’an yaitu mafhum mukhalafah
5)      Menggunakan “tanbih” al-Qur’an, yaitu memperhatikan illat.
Dalam Madzhab Maliki lima langkah di atas disebut sebagai Ushul Khamsah, langkah berikutnya adalah: ijma’, qiyas, amal penduduk Madinah, istihsan, sadz dzara’i, mashlahah mursalah, qaul shahabi, mura’at al-khilaf, istishhab dan syar’u man qablana. Sementara itu salah satu penerus Madzhab Maliki yaitu al-Syathiby menjelaskan bahwa dalil hukum bagi Madzhab Maliki adalah al-Qur’an, al-Sunnah, al-Ijma’ dan Qiyas.Salah satu dalil hukum yang sering dijadikan oleh Imam Malik adalah Ijma’ ulama Madinah.Beliau lebih mengutamakan ijma’ dan Amal ulama Madinah daripada qiyas, khabar ahad dan qaul shahabat.
Kitab rujukan Madzhab Maliki
Kitab utama yang menjadi rujukan Madzhab Maliki:
1)      Al-Muwaththa’ karya imam malik.
2)      Al-Mudawwanah al-Kubra karya Abdussalam Tanukhi.
3)      Bidayah al-Mujtahid wa al-Nihayat al-Muqtashid karya Abu al-Walid Muhammad ibn Ahmad ibn Muhammad ibn Ahmad ibn Rusyd al-Qurthubi al-Andalusi.
4)      Fath al-Rahim ‘ala Fiqh al-Imam Malik bi al-Adillah karya Muhammad ibn Ahmad.
5)      Al-I’tisham karya Abi Ishaq ibn Musa al-Syathiby.
Adapun kitab Ushul Fiqh dan Qawa’id al-Fiqh aliran Madzhab Maliki antara lain sebagai berikut:
1)      Syarh Tanqih al-Fushul fi Ikhtishar al-Mahshul fi al-Ushul dan al-Furuq karya Syihabuddin Abu al-Abbas Ahmad ibn Idris al-Qurafi (w. 684 H)
2)      al-Muwafaqat fi Ushul al-Ahkam karya Abi Ishaq ibn Musa al-Syathiby.
3)      Ushul al-Futiya karya Muhammad ibn al-Harits al-Husaini (w. 361 H)
Contoh pendapat Imam Malik
Ulama sepakat bahwa adzan shalat dilakukan dua kali-dua kali, tetapi mereka berbeda pendapat tentang jumlah jumlah qamat shalat. Menurut Imam Malik, qamat shalat dilakukan satu kali-satu kali. Ketika ditanya tentang adzan dan qamat yang dilakukan dua kali-dua kali, imam malik menjawab, “Tidak sampai kepadaku dalil tentang adzan dan qamat salat,aku hanya mendapatkannya dari amal manusia… qamat shalat dilakukan satu kali-satu kali. Itulah yang senantiasa dilakukan oleh ulama dinegeri kami. (Ijma’ Ulama Madinah)
3.MADZHAB SYAFI’I
*      Metode ijtihad Imam Syafi’i
Cara ijtihad Imam Syafi’i secara umum yaitu berdasarkan:
1)      Al-Qur’an dan al-Sunnah
2)      Ijma’terhadap sesuatu yang tidak terdapat dalam al-Qur’an dan al-Sunnah. Ijma’ lebih diutamakan atas khabar mufrad.
3)      Qaul sebagian sahabat tanapa ada yang menyalahinya.
4)      Pendapat sahabat nabi yang ikhtilaf.
5)      Qiyas terhadap al-Qur’an dan al-Sunnah.
6)      Apabila hadits telah muttashil dan sanadnya shahih, berarti ia termasuk berkualitas (muntaha).
7)      Makna dzahir hadits diutamakan. Ia menolak Hadits munqathi’, kecuali yang diriwayatkan oleh Ibn Musayyab.
8)      Pokok (al-Ashl) tidak boleh diqiyaskan kepada pokok. Bagi pokok, tidak perlu dipertanyakan mengapa dan bagaimana, keduanya itu yaitu mengapa dan bagaimana hanya boleh dipertanyakan kepada cabang (furu’).
9)      Qiyas dapat menjadi hujjah jika pengqiyasannya benar.
Kitab rujukan Madzhab Syafi’i
Kitab al-Umm, al-Risalah, Musnad Imam Syafi’i, al-Hujjah dan al-Mabsuth, kesemuanya merupakan karya al-Syafi’i
*      Pendapat-Pendapat
Ø  Tertib dalam wudhu Orang yang wudunya tidak tertib karena lupa adalah sah Orang yang wudunya tidak tertib meskipun karena lupa adalah tidak sah
Ø  Menyentuh dubur tidak membatalkan wudhu
Ø  Shalat isya lebih utama dilaksanakan dengan segera (ta’jil) Shalat isya lebih utama dilaksanakan dengan diakhirkan (ta’khir)
Ø  Waktu pengeluaran zakat fitrah. Zakat fitrah wajib pada hari idul fitri setelah terbit fajar (waktu subuh tiba) Zakat fitrah wajib dikeluarkan pada malam hari idul fitri setelah matahari terbenam (waktu maghrib tiba)
Ø  Meninggalkan bacaan Fatihah karena lupa Seseorang yang shalat dan tidak membaca surat al-Fatihah karena lupa, salatnya adalah sah Seseorang yang shalat dan tidak membaca surat al-Fatihah karena lupa shalatnya tidak sah, jika yang bersangkutan ingat atau sesudahnya sebelum berdiri yang kedua, ia kembali berdiri dan membaca al-Fatihah ketika berdiri tersebut apabila yang bersangkutan baru teringat pada rakaat kedua, maka rakaat tersebut dianggap sebagai rakaat pertama. Apabila yang bersangkutan baru teringat setelah salam, maka shalatnya wajib diulangi.
Ø  Tayammum dengan pasir. Seseorang dibolehkan tayammum dengan pasir Seseorang tidak dibolehkan tayammum dengan pasir.
Ø  4.MADZHAB HANBALI
*      Metode ijtihad Imam Ahmad bin Hanbal.
Ibnu Qayyim al-Jauziyah menjelaskan bahwa pendapat-pendapat Ahmad bin Hanbal di bangun atas lima dasar, yaitu sebagai berikut:
1.      Al-Nushush dari al-Qur’an dan al-Sunnah. Apabila telah ada ketentuan dari keduanya, ia berpendapat sesuai dengan makna tersurat (manthuq), sementara makna tersiratnya (mafhum) ia abaikan.
2.      Apabila tidak ditemukan dalam al-Qur’an dan al-Sunnah, ia menukil fatwa sahabat dan memilih pendapat sahabat yang disepakati sahabat lainnya.
3.      Apabila fatwa sahabat berbeda-beda, ia memilih salah satu pendapat yang lebih dekat kepada al-Qur’an dan Sunnah.
4.      Menggunakan hadits mursal dan dha’if, apabila tidak ada atsar, qaul sahabat, atau ijma yang menyalahinya.
5.      Apabila hadits mursal dan dha’if sebagaimana disyaratkan di atas tidak didapatkan, ia menganalogikan (mengqiyaskan). Dalam pandangannya qiyas adalah dalil yang dipakai dalam keadaan terpaksa.
6.      Langkah terakhir adalah menggunakan Sadz al-dzara’i.
5.MADZHAB SYIAH
Menurut Beik  dalam  mazhab Syiah istilah ijtihad sama maknanya dengan istinbath, yakni proses menyimpulkan hukum dari teks al-Quran dan Sunnah sebagai dua sumber utama hukum Islam. Hanya sedikit berbeda dengan makna kata istilah ijtihad  di madzhab lain (Ahlussunah) yang biasanya digunakan untuk menetapkan sebuah hukum sebagai solusi atas sebuah masalah yang tidak ditemukan dalilnya dalam al-Quran atau Sunnah berdasarkan Qiyas¸Istihsan, Mashalih Al Mursalah, Saddu Adz Dzariah  dan Maqashid Asy Syariy’ah.
Lebih jauh beliau menegaskan al-Quran adalah sumber utama dalam mazhab  Syiah dalam menetapkan hukum Islam.
Kemudian yang kedua juga sama dengan madzhab lainnya yaitu As Sunnah,
yakni segala sabda, perbuatan dan ketetapan Rasul saw. “ Hanya saja Syiah meyakini, bahwa  sabda, perbuatan dan ketetapan Sayyidah Fatimah, putri Nabi dan para Imam setelah Nabi dari keturunannya yang berjumlah 12 juga berkedudukan seperti Sunnahi.
Sumber ketiga di dalam mazhab Syiah, adalah ijma’.
Namun memiliki perbedaan makna, karena Syiah meyakini, bahwa ijma’ para ulama yakni kesamaan para ulama setiap zaman dalam berfatwa itu meniscayakan adanya dalil yang tidak sampai kepada mujtahid di zaman ini, karena itu ijma’ bukanlah dalil mandiri, ia tidak lain adalah sunnah itu sendiri.
Sumber ke empat, adalah akal.
Ini juga berbeda dengan madzhab lain yang menggunakan metode  qiyas¸ istihsan, mashalih al-mursalah, saddu adz dzariah  dan maqashid asy syariy’ah.  Walaupun dalam banyak hal hasil dari kedua metode yang berbeda ini adalah sama. “Karena yang dimaksudkan oleh akal itu adalah metode berfikir yang logis yang biasanya dibangun di atas sebuah deduksi atau silogisme.
Sebagai contoh hukum penyalahgunaan narkoba itu adalah haram, karena memabukkan dan merusak kesehatan tubuh di dalam metode ijtihad Ahlussunah adalah didasarkan pada qiyas, yakni disamakan hukumnya dengan khamr yang jelas disebutkan sebagai   sesuatu yang haram dan memiliki kesamaan dalam hal memabukkan dan merusak kesehatan. Di dalam metode deduksi logis, maka disusunlah premis sebagai berikut: Narkoba  memabukkan dan merusak kesehatan, Setiap yang memabukkan dan merusak kesehatan hukumnya haram, maka Narkoba hukumnya haram.  
Selain empat sumber hukum di atas, seorang mujtahid dalam Syiah di saat tidak menemukan dalil untuk menetapkan sebuah masalah, maka mereka merujuk pada penerapan beberapa kaedah yang sebagian besarnya diyakini juga oleh Ahlussunah, kaedah-kaedah itu disebut dengan ushul ‘amaliyah, hanya saja ia tidak menghasilkan produk hukum, ia hanya menjelaskan sikap seorang mukallaf untuk keluar dari sebuah problema.  
Dalam madzhab Syiah, menerangkan  sama dengan madzhab yang lain mewajibkan seorang mufti atau yang memiliki otoritas berfatwa adalah seorang muslim, baligh, berakal dan memiliki kemampuan dalam berijtihad serta memiliki sifat ‘adalah, yakni tingkat ketakwaan yang sudah mendarah daging menjadi karakter dirinya (malakah), sehingga mudah (terbiasa) melakukan ketaatan dan meninggalkan maksiat.
Hanya saja yang membedakan dalam tradisi Syiah dan Ahlussunah, adalah jenjang pendidikan dan ijazah ijtijhad yang diberikan oleh seorang guru (syaikh).Dalam tradisi Syiah khususnya di Iran dan Irak masih berlaku sistem pendidikan tradisional yang disebut dengan hauzah.  Di sini seorang santri wajib menguasai berbagai disiplin ilmu, di antaranya Bahasa Arab beserta tata bahasanya, sastra Arab, tafsir, ulumul Quran, hadits, rijaal, mushthalah hadits, manthiq, ushul fikih dan fikih perbandingan madzhab-madzhab dalam Islam dan sebagian juga menambahkan filsafat dan Irfan (tasawwuf).
Semua disiplin ilmu itu memiliki kitab standard dari tingkat permulaan  hingga paling tinggi. Pada saat menyelesaikan semua tingkatan itu, maka ia berhak mengikuti ujian dan jika lulus mendapatkan surat kesaksian bahwa ia telah memiliki kemampuan Ijtihad, dan umumnya dijuluki dengan Hojjatul Islam Wal Muslimin. “Namun dia masih berhak untuk mengamalkan hasil ijtihadnya untuk dirinya dan tidak untuk orang lain.
5.MADZHAB DZAHIRI
  METODE IJTIHA dan PENETAPANNYA
Beliau berpendapat, bahwa nash-nash yang dipergunakan oleh ahlur ra'yu dalam memandang qiyas sebagai dasar hukum, adalah berguna di waktu tidak ada sesuatu nash dari kitabullah atau sunnah rasul dan beliau berpendapat, bahwa apabila kita tidak memperoleh nash dari al-qur'an dan sunnah, maka hendaklah kita memusyawarahkan hal itu dengan para ulama, bukan kita berpegang kepada ijtihad sendiri.
Madzhab beliau ini di kenal dengan nama madzhab ad-dzahiri, karena beliau berpegang kepada dzhahir al-qur'an dan assunnah, tidak menerima ada ijma' kecuali ijma' yang diakui oleh semua ulama. Walaupun madzhab ini pada dasarnya berpegang pada dzahir nash, tetapi kita dapat menjumpai beberapa teori barat, karena dalam madzhab inilah kita jumpai pendapat yang menetapkan bahwa istri yang berharta wajib menafkahi suaminya yang fakir.

No comments:

Post a Comment

Comments system

Disqus Shortname